INILAH.COM, Jakarta - Sebagai Daerah
Khusus Ibu Kota, wajar jika Jakarta menjadi
salah satu titik konsentrasi pencarian dan
pengembangan pemain muda berbakat
PSSI.
Jakarta menjadi satu dari 14 kota dan 12 provinsi
yang menjadi pusat pencarian bakat-bakat muda
pemain sepakbola yang dibidik PSSI.
Hampir di setiap generasi, DKI Jakarta melahirkan
pemain-pemain berkualitas yang menjadi tulang
punggung Tim Nasional Indonesia, bahkan di era
sebelum kemerdekaan, yang saat itu masih
bernama Dutch East Indies alias Hindia Belanda.
Kala itu, Hindia Belanda menjadi wilayah di Asia
pertama yang menembus Piala Dunia, yakni pada
1938.
Yang menarik, sepak bola di Jakarta berkembang
berkat komunitas etnis Tionghoa yang
mendirikan Lapangan Petak Sinkian pada 1905.
Petak Sinkian belakangan dikenal sebagai lapangan
Union Makes Strength (UMS), nama tim bentukan
komunitas tersebut, yang berkali-kali menjurai
Voetbal Bond Batavia Omstreken (VBO) era 1930-
an dan 1949. Pada 1950, VBO berubah menjadi
Persatuan Sepak Bola Jakarta (Persija) dan UMS
pun membuka pintu kepada warga pribumi.
Di kemudian hari, UMS dan Chung Hwa, menjadi
pemasok pemain bagi Persija dan Timnas
Indonesia. Sebut saja Kwee Hong Sing, kakek dari
pemain Indonesia berdarah Belanda Kim Jeffrey
Kurniawan. Belum lagi Iat Sek, Chris Ong, Him
Tjiang, Tek Eng, Tan Liong Houw, dan Wim Pie.
Setelah UMS membuka pintu bagi warga pribumi,
bintang-bintang kembali dilahirkan klub legendaris
tersebut. Muncul nama Mohammad Djamiat
Dalhar. Pemain kelahiran Yogyakarta itu
membentuk duet tangguh di lini depan Timnas
bersama sang legenda, Ramang, di era 1950an.
Berikutnya Oyong Liza, Rony Paslah, Isman
Jasulmei, Ruli Nere, Ely Idris, Ricky Yacobi, Hadi
Mulyadi, Surya Lesmana, dan banyak lagi.
Sebagai Ibu Kota, yang didiami penduduk dari
beragam etnis, wajar bila beragam pula etnis
yang mengikuti pembinaan sepak bola di kota
yang pada Belanda dinamai Batavia itu.
Generasi selanjutnya, UMS berhasil melahirkan
mantan penyerang Timnas Indonesia, Widodo
Cahyono Putro. Penyerang yang mencetak gol
terbaik di Piala Asia 1996 dengan gaya salto itu
kini menjadi asisten pelatih Timnas Indonesia.
Namun kini situasinya sudah berbeda. Sedikit
sekali pemain-pemain binaan kota Jakarta yang
bisa menembus Timnas. Jangankan menembus
Timnas, hanya untuk masuk ke tim utama Persija
Jakarta, yang notabene menaungi klub-klub
amatir di daerah Jakarta dan sekitarnya, mereka
kesulitan.
Dua ikon Macan Kemayoran, Bambang
Pamungkas dan Ismed Sofyan, bukanlah pemain
asli binaan DKI Jakarta. Hanya Hasim Kipauw dan
Ramdani Lestaluhu yang sukses menembus tim
utama Persija. Nama terakhir sempat bergabung
dalam pemusatan latihan Timnas Pra-Olimpiade.
Minimnya sarana dan prasarana di Ibu Kota, yang
pada akhirnya membatasi kegiatan kompetisi usia
muda, ditengarai menjadi salah satu penyebab
utamanya. Lapangan Menteng sudah digusur dan
dijadikan taman. Lalu, Lapangan UMS yang
legendaris sudah bukan menjadi hak milik
pengurus UMS lagi setelah terjadi sengketa
kepemilikan. Alih fungsi bisa terjadi sewaktu-
waktu jika pemiliknya menginginkan demikian.
Terakhir, stadion Lebak Bulus dipastikan digusur
akhir tahun ini untuk dijadikan terminal sistem
transportasi cepat masal (MRT).
Pelatih Persija Rahmad Darmawan sepakat
dengan hal ini. "Tempat seperti Lapangan
Menteng adalah sarana yang baik untuk
berkompetisi. Banyak pemain yang dihasilkan,
bahkan saya pun masuk Timnas Indonesia. Tapi
sekarang tahu sendiri, lapangan di Jakarta sangat
sulit," jelas mantan pelatih Sriwijaya FC, seperti
dikutip dari Bataviese.
"Jika ada sarana pendukung dan memiliki
kompetisi yang sehat, saya yakin akan ada
pemain asli binaan Jakarta yang muncul ke
permukaan," tegasnya.
Terbatasnya sarana dan prasarana serta
mahalnya lahan di Jakarta membuat PSSI Jakarta
lebih banyak bergantung pada swasta. Sekolah
Sepak Bola Villa 2000 adalah salah satu SSB
berprestasi, yang dua kali mewakili Indonesia di
ajang internasional Manchester United Premier
Cup. Pencapaian terbaik mereka adalah mewakili
Asia untuk tampil di Inggris.
Selain itu, ada SSB elit Arsenal Indonesia. SSB
yang berafiliasi langsung dengan klub elit Liga
Primer Inggris Arsenal itu bahkan memiliki
lapangan sendiri.
Infrastruktur menjadi kunci pembinaan olahraga,
termasuk sepakbola, dan untuk yang satu ini,
adalah tugas pemerintah untuk menyediakannya.
Itu jika kita masih ingin menciptakan kembali
generasi emas sepakbola nasional. [nic]
Khusus Ibu Kota, wajar jika Jakarta menjadi
salah satu titik konsentrasi pencarian dan
pengembangan pemain muda berbakat
PSSI.
Jakarta menjadi satu dari 14 kota dan 12 provinsi
yang menjadi pusat pencarian bakat-bakat muda
pemain sepakbola yang dibidik PSSI.
Hampir di setiap generasi, DKI Jakarta melahirkan
pemain-pemain berkualitas yang menjadi tulang
punggung Tim Nasional Indonesia, bahkan di era
sebelum kemerdekaan, yang saat itu masih
bernama Dutch East Indies alias Hindia Belanda.
Kala itu, Hindia Belanda menjadi wilayah di Asia
pertama yang menembus Piala Dunia, yakni pada
1938.
Yang menarik, sepak bola di Jakarta berkembang
berkat komunitas etnis Tionghoa yang
mendirikan Lapangan Petak Sinkian pada 1905.
Petak Sinkian belakangan dikenal sebagai lapangan
Union Makes Strength (UMS), nama tim bentukan
komunitas tersebut, yang berkali-kali menjurai
Voetbal Bond Batavia Omstreken (VBO) era 1930-
an dan 1949. Pada 1950, VBO berubah menjadi
Persatuan Sepak Bola Jakarta (Persija) dan UMS
pun membuka pintu kepada warga pribumi.
Di kemudian hari, UMS dan Chung Hwa, menjadi
pemasok pemain bagi Persija dan Timnas
Indonesia. Sebut saja Kwee Hong Sing, kakek dari
pemain Indonesia berdarah Belanda Kim Jeffrey
Kurniawan. Belum lagi Iat Sek, Chris Ong, Him
Tjiang, Tek Eng, Tan Liong Houw, dan Wim Pie.
Setelah UMS membuka pintu bagi warga pribumi,
bintang-bintang kembali dilahirkan klub legendaris
tersebut. Muncul nama Mohammad Djamiat
Dalhar. Pemain kelahiran Yogyakarta itu
membentuk duet tangguh di lini depan Timnas
bersama sang legenda, Ramang, di era 1950an.
Berikutnya Oyong Liza, Rony Paslah, Isman
Jasulmei, Ruli Nere, Ely Idris, Ricky Yacobi, Hadi
Mulyadi, Surya Lesmana, dan banyak lagi.
Sebagai Ibu Kota, yang didiami penduduk dari
beragam etnis, wajar bila beragam pula etnis
yang mengikuti pembinaan sepak bola di kota
yang pada Belanda dinamai Batavia itu.
Generasi selanjutnya, UMS berhasil melahirkan
mantan penyerang Timnas Indonesia, Widodo
Cahyono Putro. Penyerang yang mencetak gol
terbaik di Piala Asia 1996 dengan gaya salto itu
kini menjadi asisten pelatih Timnas Indonesia.
Namun kini situasinya sudah berbeda. Sedikit
sekali pemain-pemain binaan kota Jakarta yang
bisa menembus Timnas. Jangankan menembus
Timnas, hanya untuk masuk ke tim utama Persija
Jakarta, yang notabene menaungi klub-klub
amatir di daerah Jakarta dan sekitarnya, mereka
kesulitan.
Dua ikon Macan Kemayoran, Bambang
Pamungkas dan Ismed Sofyan, bukanlah pemain
asli binaan DKI Jakarta. Hanya Hasim Kipauw dan
Ramdani Lestaluhu yang sukses menembus tim
utama Persija. Nama terakhir sempat bergabung
dalam pemusatan latihan Timnas Pra-Olimpiade.
Minimnya sarana dan prasarana di Ibu Kota, yang
pada akhirnya membatasi kegiatan kompetisi usia
muda, ditengarai menjadi salah satu penyebab
utamanya. Lapangan Menteng sudah digusur dan
dijadikan taman. Lalu, Lapangan UMS yang
legendaris sudah bukan menjadi hak milik
pengurus UMS lagi setelah terjadi sengketa
kepemilikan. Alih fungsi bisa terjadi sewaktu-
waktu jika pemiliknya menginginkan demikian.
Terakhir, stadion Lebak Bulus dipastikan digusur
akhir tahun ini untuk dijadikan terminal sistem
transportasi cepat masal (MRT).
Pelatih Persija Rahmad Darmawan sepakat
dengan hal ini. "Tempat seperti Lapangan
Menteng adalah sarana yang baik untuk
berkompetisi. Banyak pemain yang dihasilkan,
bahkan saya pun masuk Timnas Indonesia. Tapi
sekarang tahu sendiri, lapangan di Jakarta sangat
sulit," jelas mantan pelatih Sriwijaya FC, seperti
dikutip dari Bataviese.
"Jika ada sarana pendukung dan memiliki
kompetisi yang sehat, saya yakin akan ada
pemain asli binaan Jakarta yang muncul ke
permukaan," tegasnya.
Terbatasnya sarana dan prasarana serta
mahalnya lahan di Jakarta membuat PSSI Jakarta
lebih banyak bergantung pada swasta. Sekolah
Sepak Bola Villa 2000 adalah salah satu SSB
berprestasi, yang dua kali mewakili Indonesia di
ajang internasional Manchester United Premier
Cup. Pencapaian terbaik mereka adalah mewakili
Asia untuk tampil di Inggris.
Selain itu, ada SSB elit Arsenal Indonesia. SSB
yang berafiliasi langsung dengan klub elit Liga
Primer Inggris Arsenal itu bahkan memiliki
lapangan sendiri.
Infrastruktur menjadi kunci pembinaan olahraga,
termasuk sepakbola, dan untuk yang satu ini,
adalah tugas pemerintah untuk menyediakannya.
Itu jika kita masih ingin menciptakan kembali
generasi emas sepakbola nasional. [nic]
Sat 2 Nov 2013 - 0:13 by aset25
» CARA BUKA FACEBOOK YANG DI BLOK
Fri 17 Aug 2012 - 20:06 by paryanto.java
» Avacs Live Chat
Tue 12 Jun 2012 - 19:55 by not
» Share JID Nimbuzz Dong
Thu 24 May 2012 - 16:46 by wahyu.bagyo76
» Ada ga tim sepakbola di indonesia yang seperti ini...?
Sat 24 Mar 2012 - 12:46 by fajar_vikerz
» ID NIMBUZZER TEGAL COMMUNITY
Thu 22 Mar 2012 - 14:02 by bocari
» Perkenalan Bagi Pendatang Baru
Thu 1 Mar 2012 - 15:59 by D41703
» Asal Mula Perseteruan Arema vs Bonek
Thu 16 Feb 2012 - 21:51 by fajar_vikerz
» VIKING ~ PASOEPATI RESMI BERDAMAI
Thu 16 Feb 2012 - 21:37 by fajar_vikerz